Kamis, 15 Maret 2012

SIPUT GASTROPODA YANG MENEMPEL PADA ALGA MAKRO ( Contoh Proposal)

1.     PENDAHULUAN 
1.1.            Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah tropis yang terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Letak geografis ini mempengaruhi keanekaragaman hayati laut Indonesia. Oleh karenanya hidup dan berkembang berbagai jenis organisme seperti  ikan, karang, lamun, alga serta biota laut lainnya. Di antara berbagai jenis organisme tersebut, mereka hidup saling berinteraksi dan berasosiasi dalam suatu habitat.
Moluska adalah salah satu komponen dalam ekosistem laut dengan keanekaragaman spesies yang tinggi dan menyebar luas di berbagai habitat laut. Kelompok hewan bertubuh lunak ini dapat dijumpai mulai dari daerah pinggiran pantai hingga laut dalam. Moluska banyak menempati daerah terumbu karang, sebagian membenamkan diri dalam sedimen, beberapa dapat dijumpai menempel pada tumbuhan laut seperti mangrove, lamun dan alga.
Sebagaimana halnya moluska, makro alga juga merupakan salah satu komponen dalam ekosistem laut. Makro alga merupakan tumbuhan laut yang struktur tubuhnya tak sempurna dan banyak ditemukan di daerah pantai. Makro alga atau seaweed dibedakan dengan mikro alga. Makro alga ukurannya lebih besar, dapat dilihat langsung dengan mata tanpa alat bantu dan  menancap atau melekat pada substrat. 
Pentingnya peran makro alga sebagai sumber makanan bagi hewan herbivor termasuk moluska. Dijelaskan juga bahwa wilayah yang ditumbuhi banyak alga berperan sebagai tempat berlindung invertebrata muda. Ketersediaan makanan dan ruang dapat menjadi penyebab utama terdistribusinya moluska pada makro alga. Sebagaimana yang diungkapkan bahwa suatu organisme memilih dan menempati suatu habitat yang aman dari pemangsa dan tersedia makanan yang cukup untuk keberlangsungan hidupnya
Pantai Pulau Nain dan Arakan didominasi oleh hamparan padang lamun sehingga banyak biota berasosiasi dengannya termasuk makro alga  dan moluska.
Sejauh ini studi tentang interaksi maupun keberadaan moluska di mangrove, terumbu karang maupun lamun sebagai tiga ekosistem utama di lingkungan laut telah banyak dilakukan. Studi keberadaan makro alga pada daerah hutan mangrove pernah dilakukan oleh Posundu (2007). Kemudian di daerah rumput laut (lamun) untuk menelaah komunitas prosobranchia pernah dilakukan Parinsi (1997) dan distribusi makrofauna bentik pada daerah lamun oleh Kolanus (1992). Studi tentang moluska pada terumbu karang diantaranya dilakukan oleh Boneka (1995), Dako (1996) dan yang terbaru oleh Bonde (2008) dan Umboh (2010). Sementara studi yang menyangkut moluska pada makro alga masih kurang. Oleh karenanya, penelitian ini dipandang penting untuk dilakukan guna menghasilkan sekaligus menambah informasi ilmiah tentang aspek ekologi moluska khususnya pada makro alga.
1.2.      Perumusan Masalah
Makro alga penting bagi moluska dimana secara ekologis berperan dalam menyediakan tempat untuk berlindung dan makanan. Namun masih kurang studi yang mengkaji keterkaitan di antara kedua komponen ekosistem laut tersebut. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini antara lain: (1) jenis moluska apa yang berasosiasi dengan makro alga. (2) apakah jenis moluska tertentu cenderung memilih alga tertentu sebagai habitatnya.
2.     TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Makro Alga
Alga adalah tumbuhan yang tergolong primitif atau tumbuhan tingkat rendah karena  tidak mempunyai perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang dan daun; meskipun  wujudnya tampak seperti ada perbedaan pada susunan kerangka tetapi secara keseluruhan tumbuhan ini merupakan suatu bentuk talus . Bentuk talus ada bermacam-macam seperti berbentuk tabung, gepeng, bulat, pipi, lembaran, batangan dan berbagai macam. Beberapa jenis alga dapat dibedakan antara bagian yang menyerupai helaian yang disebut lamina, menyerupai tangkai yang disebut stipe dan pangkal yang menyerupai akar yang disebut holdfast.
Berdasarkan kandungan pigmen warna, alga makro terdiri atas tiga divisi yaitu alga hijau (Chlorophyta), alga merah (Rhodophyta) dan alga coklat (Phaeophyta). Masing-masing kelompok memiliki pigmen klorofil-a yang berperan dalam fotosintesis. Yang membedakan adalah kandungan pigmen dominan yang menghasilkan pola warna tertentu bagi masing-masing kelompok alga tersebut. Disamping klorofil a, alga merah juga memiliki klorofil d, alga hijau memiliki klorofil c dan alga coklat memiliki klorofil b..
Keberadaan alga sangat ditentukan oleh ketersediaan cahaya matahari dimana umumnya alga terdapat pada daerah intertidal atau subtidal sampai batas kedalaman 200 m di mana cahaya matahari masih dapat tembus . Odum (1996) menjelaskan perairan intertidal hingga subtidal umumnya didominasi oleh alga hijau, selanjutnya diikuti oleh alga coklat. Alga merah sering dijumpai pada kedalaman maksimum atau sepanjang batas bawah  zona fotik.
Dalam kajian ekologi, alga memiliki peran yang sangat penting. Dawes (1981) menjelaskan makro alga adalah sumber makanan dalam rantai makanan komunitas bentik yang  dimanfaatkan terlebih dulu oleh hewan-hewan herbivora. Selain itu,makro alga berfungsi juga sebagai tempat pembesaran dan pemijahan sejumlah biota-biota laut. Alga juga dapat berfungsi sebagai tempat hidup dan berlindung bagi sebagian biota laut.
            2.2       Moluska
Moluska adalah hewan bertubuh lunak yang tak bertulang belakang, ada yang bercangkang dan ada pula yang tidak. Filum moluska adalah yang kedua terbesar dalam hal jumlah spesies sesudah Arthropoda, terdiri atas 7 kelas yakni Polyplacophora (chiton), Gastropoda (keong), Pelecypoda (kerang), Cephalopoda (cumi-cumi atau gurita), Scaphopoda (cangkang tanduk), Aplacophora dan Monoplacophora. Aplacophora adalah hewan kecil seperti cacing. Monoplachopora adalah hewan bercangkang yang terkecil. Semua moluska terkecuali Bivalvia dilengkapi dengan radula dalam mulutnya yang terdiri atas deretan gigi-gigi kitin kecil melintang untuk menggerus makanannya.
Lali dan Parsons (1993) dan Greenway (1995) menyatakan bahwa moluska mempunyai berbagai tipe memakan yang memungkinkannya ada di semua tingkatan trofik di berbagai habitat. Tipe memakan moluska antara lain herbivora, karnivora, pemakan bangkai (scavenger), pemakan deposit, pemakan tersuspensi dan parasit.
            2.3       Interaksi Moluska dengan Makro Alga
Dalam kaitannya dengan manfaat ekologi alga,  moluska adalah salah satu fauna bentik yang memanfaatkan keberadaan makro alga di sekitarnya. Kepentingan organisme ini terdistribusi pada makro alga utamanya disebabkan oleh ketersediaan makanan dan tempat untuk berlindung. Carpenter dan Niem (1998) menyebutkan jenis-jenis moluska yang memanfaatkan alga sebagai makanan berasal dari kelas Gastropoda antara lain Haliotidae, Trochidae, Neritidae, Littorinidae, Cerithidae, Potamididae, Strombidae dan Cypraeidae. Selanjutnya dijelaskan contoh spesies diantaranya Trochus niloticus yang memakan alga filamen dan Lambis-lambis yang memakan alga merah yang halus. Disebutkan pula beberapa spesies Strombidae dan Cypraeidae yang menjadikan kumpulan alga sebagai habitat antara lain Strombus labiatus, Strombus cannarium, Lambis truncate, Cypraea arabica, Cypraea moneta, Cypraea ventriculus. Owen (1996) mengungkapkan jenis moluska yang memanfaatkan makro alga yakni anggota Strombidae yang memakan lapisan tipis alga filamen yang mengandung material organik dan kebanyakan Archaeogastropoda yang menggerus permukaan alga makro. Dalam Dawes (1981) menyebutkan abalon (Haliotis sp) di pantai selatan Kalifornia memanfaatkan kebun kelp (Phaeophyta) untuk makan dan berlindung.   
Berbagai limpet, bulu babi dan siput litorina adalah kelompok grazer intertidal utama yang memiliki peran dalam mengatur batas distribusi spesies alga (Nybakken, 1992). Lubchenko dalam Nybakken (1992) lewat penelitiannya di genangan pasang dan pantai New England pada tahun 1978 menemukan alga dominan adalah Chondrus crispus. Di sekitarnya alga ini disaingi oleh alga hijau Enteromorpha intestinalis tetapi ternyata Chondrus crispus mampu bertahan hidup di genangan pasang karena terdapat populasi grazer Littorina littorea yang besar dan senang memakan Enteromorpha intestinalis.
Penelitian yang mengungkapkan hubungan antara makro alga dengan jenis moluska juga pernah dilakukan oleh Steneck pada tahun 1982 yaitu hubungan antara limpet (Acmaea sp) dengan alga koralin Clathromorphum sp di New England. Acmaea sering berasosiasi dengan Clathromorphum dimana Acmaea memakan (grazing) lapisan luar Clathromorphum. Alga tersebut mendapatkan keuntungan yakni permukannya bersih dari organisme epifit dan mampu membentuk sel-sel baru dengan cukup cepat untuk mengganti yang hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar